Kamis, 28 Desember 2017

   

PERAIH EEN SUKAESIH AWARD KATAGORI TK

GURU INSPIRATIF JAWA BARAT 2017 




LIA YULIANINGRUM




Siapa sih Guru Inspiratif yang telah memperoleh
Award Een Sukaesih Ini?
A
Lahir  di desa Cikupa kecamatan Pamarican kabupaten Ciamis pada tanggal 6 Juni 1973 dari seorang ibu bernama Rusimah dan bapak bernama Muhlisin. Dibesarkan dalam suasana berlatar belakang alam pegunungan dan kehidupan yang penuh dengan kesederhanaan bahkan mungkin keterbatasan terutama ekonomi. Berjualan di sekolah ketika SD, menyabit rumput sepulang sekolah atau menggiring kambing-kambingnya ke kebun rumput, adalah bagian dari aktivitas masa kecil yang menimbulkan rasa syukur dan bahagia saat mengingatnya. Daftar sekolah sendiri, sangat berbahagia dengan baju seragam dan buku-buku bekas kakak kelasnya, selalu rangking 1 di kelasnya, adalah kenangan manis SD nya.

Kenangan manis tersebut menjadi energy tersendiri untuk mendorongnya mendaftar sendiri ke SMP. Berjalan kaki pulang pergi sekolah sepanjang 12 km selama 1 tahun, membantu kerabat berupa urusan pekerjaan rumah di kelas 2 dan kelas 3 untuk bisa ikut tinggal di rumahnya dan terhindar dari 12 km berjalan kaki.
Numpang di rumah guru agama SMA dengan segala perlakuan agamis humanisnya membuatnya mulai bertekad melaksanakan militansi spiritual hasil didikan tegas orang tuanya dengan mengenakan kerudung walau sekolahnya di SMAN yang hampir-hampir mngeluarkan pelarangan mengenakan jilbab ke sekolah. Dilanjutkan tinggal di pesantren saat SMA kelas 2 hingga diterima di IKIP dengan jalan membeli formulir UMPTN hasil penjualan satu satunya cincin yang dibeli dari hasil menabung dengan cara menyisihkan uang bekal makan bulanannya yang sangat terbatas.
Mengambil jurusan bahasa asing prodi bahasa Arab lebih dilatar belakangi karena kesukaannya pada bahasa Arab yang saat SMA sebagai salah satu mata pelajaran pilihan di jurusan social yang dipilihnya.

Guru Inspiratif ini hobi mengajar sejak SMA.

Walaupun kegiatan mengajar anak-anak  sudah dijalankan sejak  SMA ketika di pesantren, akan tetapi mulai beraktivitas mengajar dalam  lembaga pendidikan yang lebih terarah sejak mahasiswa dengan mengajar di TK-TK Al-Quran, masjid-masjid, dan melayani privat ngaji anak-anak di rumah-rumah.

Menjadi guru memang telah menjadi cita-cita sejak kecil karena merasakan betapa menyenangkannya bisa memberitahu orang lain, mengajari orang lain tentang sesuatu, bermanfaat bagi orang lain dengan ilmu. Permainan yang paling disukai ketika SD adalah “sasakolaan” dan Lia kecil selalu menjadi lakon guru bagi teman-teman sebayanya. Selepas SMP dengan segala perjuangannya, bertekad untuk masuk ke SPG yang ternyata di tahun tersebut SPG di daerahnya ditutup. Akan tetapi semangat dan minatnya untuk menjadi guru tak surut walaupun sekolah di SMA. 


Selain karena punya semangat militansi agama yang berbeda dengan mayoritas teman-temannya, Allah pun memberi kelebihan mudah memahami bahasa Arab yang kebanyakan teman-temannya susah memahaminya. Maka Lia remaja pun suka diminta mengisi kegiatan pesantren Ramadlan di sekolahnya dan tempat bertanya bahasa Arab teman-teman sekelasnya. Selain itu, karena tinggal di pesantren yang menggunakan system asistensi dalam pembelajaran santri-santrinya, Lia pun kerap dijadikan asisten Kang Ajengan bagi adik-adik kelasnya apalagi saat pesantren membuka program pesantren liburan bagi siswa-siswa di luar pesantren dan notabene memerlukan guru-guru tambahan.

Berjuang kuliah di IKIP karena ingin tetap menjadi Guru.



Kecintaannya pada sekolah, mengabaikan ketidakmampuan orang tuanya untuk menyekolahkan. Cita-citanya untuk menjadi guru ia perjuangkan dengan mendaftar ke IKIP mengambil program studi yang ia paling sukai: bahasa Arab. Sama sekali tak ada pertimbangan apakah jurusannya tersebut akan membuatnya mudah bekerja untuk mendapatkan sejumlah kesejahteraan dalam bentuk nominal uang tertentu atau tidak. Segala aktivitas keilmuan dijalankan dengan dasar suka, senang, cinta, maka belum berakhir pun sudah bahagia. Nilai cum laude S1 yang diperolehnya tidak menjadi jalan diterimanya Lia sebagai PNS dalam beberapa kali seleksi yang diikutinya. Menjadi dosen PAI pada Universitas Terbuka yang bertempat di SMA PGRI 1 Majalengka menjadi awal mengajar selepas jadi Sarjana.Mengajar Bahasa Arab di SMP Al-Hidayah, di MA Daarul Ulum, di kelas standar internasional SMAN 1 Majalengka, dan di program D2 PGTK Sabili Majalengka.

Mulai mengajar di TK sambil membawa anak ketiganya bersekolah di TKA Plus Al-Lukman yayasan Al-Lukman. Sifat dirinya yang “tidak betah berlama-lama pada situasi yang begitu-begitu saja” menjadi jalan berkembangnya program di TK nya. Pengembangan program yang memiliki nilai lebih tersebut terlihat oleh masyarakat sehingga meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap TKA Plus Al-Lukman, terbukti dengan jumlah anak didik yang dimulai dari dua puluhan hingga selalu diatas seratus di hamper sepuluh tahun terakhir ini. Apalagi jika ditambah dengan kelas kobernya yang ia gagas juga sejak dua tahun setelah TK berdiri.



Besaran gaji tidaklah menjadi tujuan aktivitas-aktivitasnya. Maka dari itu, ketika tunjangan profesi guru baginya mulai lancar cair pun, ia gunakan untuk peningkatan keilmuan. Memilih prodi psikologi pendidikan Islam IAIN Syekh Nurjati Cirebon adalah sebagai bentuk rasa syukurnya berupa usaha peningkatan pemahamannya terhadap psikologi perkembangan anak selain juga karena alasan letak Perguruan Tingginya yang memungkinkan dirinya tidak meninggalkan sekolah terlalu lama.

Mengajar terus sampai menjadi Dosen.
Setelah menyelesaikan program pasca sarjananya, ia pun mengajar di dua perguruan tinggi: Universitas Majalengka dan STIKES YPIB Majalengka dengan tetap menjadikan TKA Plus AL-Lukman sebagai yang utama. Baginya: selagi dirinya masih efektif bermanfaat, pantang meninggalkan amanah tersebut walaupun amanah lain datang.
Hanya saja, keinginannya untuk meningkatkan kebermanfaatan bagi lingkungan, membuatnya tidak tetap pada suatu program. Loyalitas Lia memang bukan pada sebuah yayasan apalagi pada perseorangan. Loyalitasnya adalah pada nilai-nilai kebaikan dan kebenaran, dimanapun kebaikan itu berada, pada siapapun kebenaran itu terlaksana.




Semakin hari, ternyata kebutuhan masyarakat terhadap layanan anak usia dini yang memiliki kelebihan ternyata semakin menguat, baik itu kelebihan proram-program kegiatan, kompetensi guru, sarana prasarana, bahkan kelebihan waktu. Usulan dari masyarakat terutama ibu-ibu bekerja agar Al-Lukman mendirikan TK fullday semakin menguat. Program fullday sulit dilaksanakan di Al-Lukman karena ruangan-ruangan kelas di Al-Lukman digunakan program Madrasah Diniyyah selepas TK nya. Maka Lia pun tak berhenti pada kesulitan. Obsesi-obsesinya tentang pendidikan  tak jarang ia sampaikan di belasan majlis talim yang secara rutin diisinya. Sampailah pada suatu hari Allah mentaqdirkan telinganya mendengar kata-kata dari salah seorang jamaah majlis talimnya: penyerahan pengelolaan sejumlah dua belas ruangan bekas kamar-kamar kost an untuk dia kelola. Babak selanjutnya pun dimulai di yayasan lain dengan langsung didirikan tiga lembaga Pendidikan Anak Usia Dini GISPI (Green Islamic School Puspa Indah) sekaligus: Kober, TK, TPA, bahkan di tahun ke empat mulai dirintis POS PAUD.

Setia menjadi guru walau tetap honorer 20 tahun.

Statusnya yang honorer selama hampir dua puluh tahun nyaris tak pernah mengecewakannya. Hatinya bahagia dengan merasa diperlukan banyak orang. Disambut anak-anak usia dini yang sambutannya tulus ceria, ditelfon ibi-ibu Darma Wanita dinas-dinas yang memintanya mengisi kegiatan pertemuan Darma Wanita dengan taushiyahnya, ditemui orang tua siswa yang berkonsultasi tentang perkembangan anaknya atau bahkan problem rumah tangganya, dijadikan tempat konsultasi mahasiswanya yang memiliki problem remaja, membina guru-guru untuk memiliki kesyukuran dalam melaksanakan tugas-tugas keguruannya, hingga didatangi tetangganya yang mau belajar mengaji bada maghrib. 


Itulah yang membahagiakannya selain tentu yang utama adalah keluarganyalah yang paling berharga. Toh semua aktivitas itu dapat dilakukannya atas dasar izin suami dan karena keluarganya Allah beri kesehatan pada keluarganya.


Keprihatinannya pada kesejahteraan guru honorer di daerahnya membuatnya mencari konsep bagaimana cara yang mulia untuk menjemput rizqi luas yang telah Allah sediakan. Selain membina kecerdasan emosional spiritual para guru agar memiliki kesyukuran atas nilai kemanfaatan yang dilakukan untuk masyarakat, Lia yang merasa rizqinya selalu Allah cukupkan dengan tidak usah merendahkan profesi keguruan dengan menyalahgunakan amanah keguruan pun tetap memikirkan bagaimana caranya meningkatkan kesejahteraan para guru dari sisi finansial. 

Cita-citanya sejak sepuluh tahun yang lalu adalah menggaji gurunya minimal satu juta. Dan cita-citanya tersebut sudah Allah kabulkan dimulai dari PAUD GISPI dengan system fulldaynya. Setahun terakhir ini pun Al-Lukman mulai mengikuti walaupun Al-Lukman berbasis social dalam manajemen keuangannya.

Terus meningkatkan Prestasi dalam Pendidikan.

Walaupun prestasi bukanlah tujuannya, akan tetapi ternyata hal itu mengiringi kerja keras, cerdas, ikhlash,  berbasis team dan komunikasi yang efektif. Aktivitas-aktivitasnya yang seharian nyaris tiada henti, sepekan full hampir tak ada liburnya, ternyata tidak saling mematikan, bahkan saling menguntungkan. Peluang-peluang peningkatan kualitas diri maupun lembaga semakin terbuka dengan banyaknya macam orang yang ditemui. Walaupun terakhir ini, status dosen Perguruan Tinggi sedang tak ia sandang, akan tetapi itu hanyalah sebuah keadaan dimana ia sedang melakukan peningkatan di bidang anak usia dini.



Cintanya pada dunia ilmu membuatnya menjadikan setiap tempat adalah sekolah, setiap orang yang ia temui adalah guru, dan setiap kejadian adalah pelajaran. Semoga tercapailah ia pada puncak harapannya yaitu mengenal Rabbnya Allah Rabb l ‘alamin (Pendidik Sejati semesta alam).
Hasbunallah wa ni’mal wakil ni’mal Maula wa ni’mannashir.

Een Sukaesih Award (ESA) 2017
tetap menginspirasi dengan ketulusan





29 Des 2017
 editor.m.alkaff








Tidak ada komentar:

Posting Komentar